Minggu, 30 Oktober 2016

MENUNDUKKAN PANDANGAN



Al Fadhl Ibnu Abbas RA telah menceritakan hadits sebagai berikut: “Ketika aku sedang membonceng di belakang Rasulullah SAW dari Muzdalifah menuju ke Mina, saat kami sedang berjalan, tiba-tiba muncul seorang Arab Badui yang membonceng anak perempuannya yang cukup cantik. Kendaraannya berjalan bersebelahan dengan unta Rasulullah SAW.”

Al Fadhl Ibnu Abbas RA melanjutkan kisahnya: “Aku selalu memandang anak perempuannya, maka Nabi SAW memandang ke arahku dan memalingkan wajahku dari anak perempuan itu. Akan tetapi aku kembali memandangnya dan Nabi SAW memalingkan wajahku lagi darinya, hingga beliau melakukan hal tersebut terhadapku sebanyak tiga kali karena aku tidak mau berhenti dari memandanginya. Sedangkan Nabi SAW terus mengucapkan talbiyahnya hingga selesai melempar jumrah Aqabah.” (HR. Ahmad, Musnad Bani Hasyim 1709)

Dalam riwayat Ibnu Khuzaimah disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda kepadanya: “Hai anak saudaraku, sesungguhnya hari ini adalah hari milik orang yang menundukkan pandangan matanya dan memelihara kemaluan dan lisannya, karena itu akan mendapatkan ampunan (dari segala dosanya).”

Sumber: Tahapan Mendidik Anak-Teladan Rasulullah SAW;Jamaal Abdur Rahman; Irsyad Baitus Salam; Bandung;September 2005

KEDENGKIAN



Kedengkian adalah mengharap lenyapnya nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Dengki artinya tidak rela kalau orang lain punya sesuatu; tidak bisa melihat orang lain berbahagia. Bahkan berharap kejelekan bagi orang lain.

Dikisahkan dalam film bahwa pada suatu hari Bibi Yusuf, Faiqah memberikan sabuk kenabian milik ayahnya (Nabi Ishaq AS) kepada Nabi Yusuf AS yang masih masih kecil.

Bibi Yusuf Faiqah berkata kepada Yusuf Kecil: “Kau tahu, apa ini?”

Bibi Yusuf Faiqah menambahkan: “Ini adalah sabuk milik ayahku, dan ayah dari ayahmu, yaitu Ishaq. Aku berharap ayahmu menyerahkannya kepada nabi pewarisnya, dan kaulah orangnya.”

Yusuf Kecil berkata: “Aku suka sabuk ini.”

Bibi Yusuf Faiqah berkata: “Baju Nabi Ibrahim dan sabuk ini adalah amanat di tanganku. Bajunya sudah kuserahkan kepada ayahmu. Sabuk ini kau simpan. Jaga baik-baik!”

Yusuf Kecil berkata: “Aku khawatir sebagian orang tidak suka melihat aku menyimpan sabuk ini.”

Bibi Yusuf Faiqah berkata: “Siapa kira-kira?”

Yusuf Kecil berkata: “Mungkin saudara-saudaraku.”

Bibi Yusuf Faiqah berkata: “Tak usah khawatir. Ayo cepat. Kita harus datang di majelis pengajian ayahmu.”

Dalam sebuah majelis, Nabi Yaqub AS berkata:  “Kedengkian adalah mengharap lenyapnya nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Dengki artinya tidak rela kalau orang lain punya sesuatu; tidak bisa melihat orang lain berbahagia. Bahkan berharap kejelekan bagi orang lain.”

Nabi Yaqub AS bertanya :  “Coba katakan, Siapakah orang yang dengki itu?” 

Ibu tiri Yusuf  berbisik kepada saudara tiri Yusuf: “Sabuk yang dipakai Yusuf itu adalah milik Nabi Ishaq. Kenapa Faiqah memberikannya kepada Yusuf? Bukankah itu harus diwariskan kepada nabi setelahnya?”

Yusuf AS Kecil bertanya: “Apakah orang pendengki itu tidak suka orang lain memiliki sesuatu?”

Nabi Yaqub AS menjawab:  Benar anakku. Pendengki keberatan atas apa yang dimiliki orang lain, baik itu kenikmatan material atau spiritual...

Saudara tiri Yusuf berbisik kepada salah satu saudaranya: “Kau lihat? Bocah itu coba mengambil hati Ayah.”

Nabi Yaqub AS bertanya:  “Siapa yang bisa menjawab, bagaimana cara membuang kedengkian?”

Saudara tiri Yusuf berbisik kepada seorang saudaranya: “Aku harap bukan Yusuf yang menjawab.”

Nabi Yaqub AS bertanya:  “Yusuf kecilku, kau ingin katakan sesuatu?”

Yusuf kecil bertanya : “Ayah, apakah pendengki tahu bahwa dunia ini akan berakhir baginya?”

Nabi Yaqub AS menjawab: “Bagus, Nak. Itulah jawabannya. Pendengki harus tahu bahwa dunia tidak akan setia pada siapapun. Dia tidak akan memperoleh kebaikan dunia dan pahala akherat. Kedengkian tak akan mengubah kententuan, bahwa yang mendengki dan yang didengki tak akan kekal di dunia ini. Jika ia tahu hal ini, ia tak akan mengganti dunianya dengan neraka lantaran kedengkiannya.”

Sumber:
https://www.youtube.com/watch?v=lFlh5l9OpzM

MENGINGKARI NIKMAT ALLAH



"Karun berkata: 'Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku'. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya, yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta?. Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka." – (QS. Al Qashash 28:78)

"Maka keluarlah Karun kepada kaumnya, dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: 'Semoga kiranya kita mempunyai, seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar'." – (QS. Al Qashash 28:79)

"Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: 'Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik, bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar'." – (QS. Al Qashash 28:80)

"Maka Kami benamkan Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun, yang menolongnya terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya)." – (QS. Al Qashash 28:81)

"Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu, berkata: 'Aduhai, benarlah Allah melapangkan rejeki, bagi siapa yang ia kehendaki dari hamba-hamba-Nya, dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita, benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)'." – (QS. Al Qashash 28:82)

"Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang, yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa." – (QS. Al Qashash 28:83)

SURGA ITU UNTUK KITA YANG BISA SABAR



“Surga itu hanya untuk kita orang-orang yang sabar.” Begitulah yang saya katakan kepada bapak beberapa hari yang lalu. 

Kita bersusah-susah menghadapi berbagai ujian kehidupan. Kita harus sabar dalam mentaati perintah Tuhan. Kita juga harus sabar dalam menjauhi larangan Tuhan. Untuk bisa shalat, puasa, infaq, sedekah, qurban, umroh, haji dan menghadiri majelis ilmu, semua itu membutuhkan kesabaran. 

Saat kita mendapat masalah (ujian) berat kita harus bersabar untuk menjauhi hal-hal yang berbau kesyirikan, rentenir dan riba. Saat shalat kita harus bersabar karena harus berhenti dari aktivitas (kesenangan). Saat kita berpuasa, kita harus bersabar menahan rasa sakit karena haus dan lapar. Saat kita berinfaq dan bersedekah, kita harus bersabar karena kehilangan uang untuk orang lain. Saat kita berqurban, kita harus bersabar karena kehilangan uang jutaan untuk dibagikan bersama (dagingnya). Saat umroh dan haji kita harus sabar karena jauh bepergian, kepanasan, dan kelelahan. Saat itu kita juga harus sabar karena kehilangan uang puluhan juta rupiah. 

Apalagi untuk menghadiri majelis ilmu, kita harus menahan kesabaran karena mendengarkan orang lain bicara. Di dunia ini ada banyak hal yang harus kita ketahui. Untuk bisa mengerti kita harus banyak mendengar dari orang lain yang lebih ahli (para pemimpin, para guru dan para ulama). Kita harus membaca kitab-kitab yang tersedia. Belajar di sekolah atau universitas, ternyata tidaklah cukup untuk bekal kehidupan ini. Kita masih perlu belajar lagi dari media yang ada di sekitar kita. Dan belajar itu kadang sangat melelahkan. Karena itu juga membutuhkan kesabaran.

Untuk mendapatkan surga itu kita membutuhkan kesabaran. Jika kita tidak punya kesabaran untuk belajar, kita tidak akan pernah bisa tahu apa-apa tentang perintah Tuhan demikian juga tentang larangan-Nya. Untuk kemudian berusaha mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Jadi menurut saya: “Surga itu hanya akan dicapai oleh kita orang-orang yang sabar. Orang yang tidak sabar tidak akan mendapatkannya.”

Mengenai pernyataan kepada bapak saya bahwa: “Surga itu hanya untuk kita orang-orang yang sabar.” Awalnya saya sempat ragu. Apakah benar yang saya katakan? Jangan-jangan saya telah membuat tafsir sendiri. Saya bukanlah ahli tafsir. Lalu saya membuka Kitab Tafsir Al Qur’an, saya menemukan ayat-ayat tentang kesabaran. Setelah membaca ayat-ayat tersebut, saya yakin bahwa tafsirnya demikian.

"Dan orang-orang yang sabar, karena mencari keridhaan Rabb-nya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki, yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan, serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)," – (QS. Ar Ra’d 13:22)


"(yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang shaleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk (berkunjung) ke tempat-tempat mereka dari semua pintu." – (QS. Ar Ra’d 13:23)


"(sambil mengucapkan): 'Salamun 'alaikum bima shabartum'. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu." – (QS. Ar Ra’d 13:24)

MENGGENDONG ANAK SAAT SHALAT



Diriwayatkan oleh Abu Qatadah Al-Anshari yang telah menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah shalat sambil menggendong Ummamah, putri Zainab  dari hasil pernikahannya dengan Abdul ‘Ash ibnu Rabi’ah ibnu Abu Syam RA, sedangkan Zainab sendiri adalah puteri Rasulullah SAW. Apabila sujud ia meletakkan cucunya itu ke tanah; dan apabila bangun, beliau menggendongnya kembali. (HR. Bukhari dan Muslim)